INILAH, Bandung - Kampanye Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Bandung 2013 baru dimulai Kamis (6/6) lalu. Delapan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota pun langsung mengeluarkan jurus-jurusnya untuk memikat para calon pemilih.
Pelaksanaan kampanye yang berlangsung hingga 19 Juni itu pun mendapat pengawalan dan pengamanan ketat dari aparat kepolisian. Tak kurang dari 3.072 anggota Polrestabes Bandung disiagakan guna mengamankan perhelatan demokrasi lima tahunan di Kota Bandung tersebut.
Rupanya aparat keamanan tak mau kecolongan dengan terjadinya kericuhan selama digelarnya kampanye, dan ingin tetap menjaga kondusivitas Kota Bandung. Saking khawatirnya, sampai-sampai Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Abdul Rakhman Baso mengeluarkan imbauan agar para aktivis baik dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa untuk tidak berunjuk rasa selama digelarnya kampanye.
Ini memang hanya sebatas imbauan, bukan larangan apalagi pemberlakuan kondisi darurat. Namun, imbauan tersebut terasa menggelitik nalar kita yang hidup di negara demokrasi, yang menjunjung tinggi demokrasi. Karena itu, tak salah juga jika imbauan kepolisian Kota Bandung ini pun mendapat kritikan pedas dari kalangan aktivis.
Sejatinya, unjuk rasa memang sebuah media penyaluran aspirasi yang dilindungi UU, bahkan dijamin dalam UUD 1945 yang berlandaskan dasar negara Pancasila. Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum pun termaktub dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat, tepatnya pada Pasal 19 bahwa, "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat ….".
Dalam Pancasila, kebebasan menyatakan pendapat dijamin pada sila keempat. Sedangkan dalam UUD 1945 jelas dinyatakan di Pasal 28. Perintah UUD itu pun diimplementasikan melalui UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam Pasal 9 sampai 14, disebutkan bentuk dan cara-cara penyampaian pendapat di muka umum. Tentunya dalam UU tersebut pun dimuat sejumlah rambu atau larangan dalam penyampaian pendapat di muka umum. Yang tak kalah penting juga, di sana dinyatakan dengan jelas soal sanksi yang bisa dilakukan polisi terhadap para pengunjuk rasa.
Dengan demikian, jelas sudah bahwa unjuk rasa merupakan sesuatu yang halal dilakukan masyarakat, termasuk di tengah-tengah digelarnya kampanye pilwalkot. Dengan syarat telah memenuhi ketentuan. Untuk itu, polisi pun harus berpedoman pada undang-undang. Unjuk rasa, silakan asal sesuai ketentuan. Dan jika melanggar aturan perundang-undangan, polisi berhak bahkan wajib menjatuhkan sanksi dengan membubarkan unjuk rasa, bahkan hingga memidana para pengunjuk rasa jika melanggar ketentuan hukum. Karena, inilah Indonesia, negara hukum yang demokratis. [den]
08 Jun, 2013
-
Source: http://www.inilahkoran.com/read/detail/1997399/menyoal-unjuk-rasadi-masa-kampanye
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar